RAHASIA DASAR MENGELOLA KEUANGAN DARI RASULULLAH
Dengan langkah gontai, laki-laki itu datang menghadap Rasulullah. Ia
sedang didera problem finansial; tak bisa memberikan nafkah kepada
keluarganya. Bahkan hari itu ia tidak memiliki uang sepeserpun.
Dengan penuh kasih, Rasulullah mendengarkan keluhan orang itu. Lantas
beliau bertanya apakah ia punya sesuatu untuk dijual. “Saya punya kain
untuk selimut dan cangkir untuk minum ya Rasulullah,” jawab laki-laki itu.
Rasulullah pun kemudian melelang dua barang itu. “Saya mau membelinya satu dirham ya Rasulullah,” kata salah seorang sahabat.
“Adakah yang mau membelinya dua atau tiga dirham?” Inilah lelang
pertama dalam Islam. Dan lelang itu dimenangkan oleh seorang sahabat
lainnya.
“Saya mau membelinya dua dirham”
Rasulullah memberikan hasil lelang itu kepada laki-laki tersebut. “Yang
satu dirham engkau belikan makanan untuk keluargamu, yang satu dirham
kau belikan kapak. Lalu kembalilah ke sini.”
Setelah membelikan makanan untuk keluarganya, laki-laki itu datang
kembali kepada Rasulullah dengan sebilah kapak di tangannya. “Nah,
sekarang carilah kayu bakar dengan kapak itu…” demikian kira-kira
nasehat Rasulullah. Hingga beberapa hari kemudian, laki-laki itu kembali
menghadap Rasulullah dan melaporkan bahwa ia telah mendapatkan 10
dirham dari usahanya. Ia tak lagi kekurangan uang untuk menafkahi
keluarganya.
Salman Al Farisi punya
rumus 1-1-1. Bermodalkan uang 1 dirham, ia membuat anyaman dan dijualnya
3 dirham. 1 dirham ia gunakan untuk keperluan keluarganya, 1 dirham ia
sedekahkan, dan 1 dirham ia gunakan kembali sebagai modal. Sepertinya
sederhana, namun dengan cara itu sahabat ini bisa memenuhi kebutuhan
keluarganya dan bisa sedekah setiap hari. Penting dicatat, sedekah
setiap hari.
Nasehat Rasulullah yang
dijalankan oleh laki-laki di atas dan juga amalan Salman Al Farisi
memberikan petunjuk kepada kita cara dasar mengelola keuangan. Yakni,
bagilah penghasilan kita menjadi tiga bagian; satu untuk keperluan
konsumtif, satu untuk modal dan satu untuk sedekah. Pembagian ini tidak
harus sama persis seperti yang dilakukan Salman Al Farisi.
KEPERLUAN KONSUMTIF
Untuk soal ini, rasanya tidak perlu diperintahkan pun orang pasti
melakukannya. Bahkan banyak orang yang menghabiskan hampir seluruh
penghasilannya untuk keperluan konsumtif. Tidak sedikit yang malah
terjebak pada masalah finansial karena terlalu menuruti keinginan
konsumtif hingga penghasilannya tak tersisa, bahkan akhirnya minus.
Yang perlu menjadi catatan, bagi seorang suami, membelanjakan
penghasilan untuk keperluan konsumtif artinya adalah memberikan nafkah
kepada keluarganya. Jangan sampai seperti sebagian laki-laki yang
menghabiskan banyak uang untuk rokok dan ke warung, sementara makanan
untuk anak dan istrinya terabaikan.
MODAL
Sisihkanlah penghasilan atau uang Anda untuk modal. Bahkan, kalaupun
Anda adalah seorang karyawan atau pegawai. Sisihkanlah setiap bulan gaji
Anda untuk menjadi modal atau membeli aset. Menurut Robert T. Kyosaki,
inilah yang membedakan orang-orang kaya dengan orang-orang kelas
menengah dan orang miskin. Orang kaya membeli aset, orang kelas menengah
dan orang miskin menghabiskan uangnya untuk keperluan konsumtif. Dan
seringkali orang kelas menengah menyangka telah membeli aset, padahal
mereka membeli barang konsumtif; liabilitas.
Aset adalah modal atau barang yang menghasilkan pemasukan, sedangkan
liabilitas adalah barang yang justru mendatangkan pengeluaran. Barangnya
bisa jadi sama, tetapi yang satu aset, yang satu liabilitas. Misalnya
orang yang membeli mobil dan direntalkan. Hasil rental lebih besar dari
cicilan. Ini aset. Tetapi kalau seseorang membeli mobil untuk
gengsi-gengsian, ia terbebani dengan cicilan, biaya perawatan dan
lain-lain, ini justru menjadi liabilitas. Robert T Kiyosaki menemukan,
mengapa orang-orang kelas menengah sulit menjadi orang kaya, karena
berapapun gaji atau penghasilan mereka, mereka menghabiskan gaji itu
dengan memperbesar cicilan. Berbeda dengan orang yang membeli aset atau
modal yang semakin lama semakin banyak menambah kekayaan mereka.
Jangan dianggap bahwa aset atau modal itu hanya yang terlihat,
tangible. Ada pula yang tak terlihat, intangible. Contohnya ilmu dan
skill. Jika Anda adalah tipe profesional, meningkatkan kompetensi dan
skill adalah bagian dari modal, bagian dari aset. Dengan kompetensi yang
makin handal, nilai Anda meningkat. Penghasilan juga meningkat.
SEDEKAH
Jangan lupa sisihkan penghasilan Anda untuk sedekah. Mengapa? Sebab ia
adalah bekal untuk kehidupan yang hakiki di akhirat nanti. Baik sedekah
wajib berupa zakat maupun sedekah sunnah.
Apa yang dilakukan Salman Al Farisi adalah amal yang luar biasa. Ia
bersedekah senilai apa yang menjadi keperluan konsumtif keluarganya.
Jadi kita kita punya gaji atau penghasilan tiga juta, lalu kebutuhan
konsumtif keluarga kita satu juta, kita baru bisa menandingi Salman Al
Farisi jika bersedekah satu juta pula. Namun karena ada hadits
Rasulullah yang menyebutkan bahwa sedekah satu bukit tidak dapat
menyamai sedekah satu mud para sahabat, kita tak pernah mampu menandingi
sedekah Salman Al Farisi.
Harta
sejati kita yang bermanfaat di akhirat nanti adalah apa yang kita
sedekahkan. Lalu mengapa kita membagi penghasilan kita menjadi tiga
bagian; konsumsi, modal dan sedekah? Mengapa tidak semuanya
disedekahkan? Sebab konsumsi dan modal sesungguhnya juga pendukung
sedekah kita. Jika keperluan konsumsi kita terpenuhi, maka fisik kita
relatif lebih sehat. Dengan fisik yang sehat, kita bisa beribadah dan
bekerja yang sebagian hasilnya untuk sedekah. Mengapa perlu
mengalokasikan untuk modal/aset? Karena ia akan semakin memperbesar
pemasukan kita dan dengannya kita menjadi lebih mudah untuk bersedekah
dalam jumlah lebih besar dan juga lebih banyak beramal.